Jakarta (jurnalparlemen) : Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari setuju jika Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditempatkan dalam status hukum yang sejajar dengan undang-undang dalam sistem tata perundangan-undangan.

Alasannya, posisi MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia setara dengan DPR. Karena itu produk hukum yang dikeluarkan oleh MPR harus ditempatkan setara dengan undang-undang yang menjadi produk DPR. “Ketetapan MPR ini bisa dipakai dan ditindaklanjuti sebelum ada undang-undang,” ujar Eva di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (23/7).

Eva mencontohkan, saat ini Komisi III mendapat laporan tentang konflik pertanahan dengan tren yang terus meningkat. Pasalnya, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini saling tumpang tindih sehingga menimbulkan konflik dan persoalan di daerah. Antara lain undang-undang tentang otonomi daerah, kehutanan dan lingkungan.

Padahal kata Eva, ada Ketetapan MPR  No. IX /MPR/2001 yang sudah mengatur Reformasi Agraria. Ketetapan ini sebenarnya bisa menjadi jawaban terhadap berbagai konflik dan sengketa agraria di lapangan. Sayangnya, ketetapan ini tidak pernah ditindaklanjuti dalam pembentukan undang-undang.

Contoh lain adalah Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan ini, kata Eva, seharusnya bisa menjadi referensi bagi penegakan etika politik dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. “Saya sebagai tim sukses Jokowi saat ini diserang dengan hal-hal yang sifatnya SARA dan macam-macam tuduhan. Tiap hari banyak laporan. Etika politik begitu kacau,” sesal politisi PDIP ini.

Karena itu Eva berharap MPR terus membangun komunikasi dengan DPR untuk mengagendakan beberapa paket ketetapan MPR yang ada saat ini dalam program legislasi nasional untuk ditindaklanjuti menjadi undang-undang.

WA Group Kami Alumni